Jumat, 25 November 2022

My randomness (part1)

 Bahkan, dari kejauhan pun bunga-bunga itu tak sabar untuk menjadi tempat persinggahannya. Tentunya bukan untuk waktu yang sebentar. Banyak yang berkhayal menjadi rumah terakhirnya berlabuh. 

"Apalah kekurangan dari sosoknya. Ganteng udah, pinter iya, pemikirannya maju, duh kurang apa lagi coba," kata Rima dalam hati. Pria yang menarik perhatiannya itu menjadi rebutan banyak orang. Siapapun yang melihatnya pasti terpana. Melihatnya dari kejauhan saja jantungnya berdegup kencang. Wajahnya memerah. Lidahnya kelu tak bisa berkata-kata. 

Laki-laki yang berkulit sawo matang itu membuatnya tak berkutik. Tapi dia bisa apa. Gadis yang berusia seperempat abad lebih itu cukup tahu diri. Dia hanya berani mengagumi sang kumbang melalui jarak. Jarak yang diciptakan semesta.  

"Jika memang kita berjodoh, kelak kita akan dipersatukan. Jika tidak, berarti bukan dia yang terbaik. Aku percaya, kita akan dipertemukan dengan orang yang sesuai dengan kita,"ucap Rima tegas dengan meneguhkan hatinya. 

Gadis yang berasal dari sebuah desa terpecil itu tak berani bermimpi. Terlebih berekspektasi. Berulang kali ditampar keadaan membuatnya berpikir logis dan realistis. Melalui analisa singkatnya, dia cukup memahami pria yang ditaksirnya itu diidamkan banyak para perempuan.  

Baginya, berkawan dengan realita adalah hal yang sebuah kewajiban. Perempuan berambut hitam itu lelah melawan gejolak hati yang selalu menginginkan kesempurnaan. Segala keindahan dan segala jalan mulus dalam menjalani hidup. Dari situ dia belajar menerima. Ya, menerima takdir. Tentunya dengan tidak memaksakan apapun. 


Sabtu, 30 Juli 2022

Curhat Skuy: Dilema Jodoh

Sebagai sosok yang berusia melebihi seperempat abad dan tak lagi, dilema perkara jodoh sudah mulai menjadi topik serius yang perlu dipikirkan. Ya, setelah sekian lama menjadi jomblo fi sabilillah, wkwkw, semoga sempat terbesit untuk mengusahakan dan mengikhtiarkan jodoh. Ya, pemikiran terkait itu timbul tenggelam karena sekarang alhamdulillah aku diberi kesempatan menempuh pendidikan S2 di India.

Sempat ku berpikir setiap aku bertemu orang baru pasti ada chance untuk menjadi jodohku. Ya, anggapan ku dengan pemikiran sempitku menganggap orang baru tersebut suka sama akua tau nggak. Arahnya ke sana. Sebuah pemikiran dangkal yang justru tak menuntun ku ke arah jodoh, wakakka. Kok bisa?

Ya, akhir-akhir dengan semua overthinking yang bahkan membuatku sakit perut membuatku memutar otak. Berpikir untuk let go apa saja yang mulai membebani pikiran. Ya otakku sungguh berisik meskipun kamar kos terdengar syahdu suara gerimis hujan yang turun di dekat jendela kamar asrama. Secara spontan tetiba muncul pemikiran,

“Kalau dia hatinya untukmu, apapun yang terjadi dia takkan berpaling. Secantik apapun orang lain dan sebesar apapun godannya, jika dia jodohmu dia akan kembali padamu,” kataku dalam hati.

Sebuah percakapan singkat dalam hati yang cukup menenangkan jiwa.

Tak lama setelah itu, aku berdiskusi dengan temanku bernama Taru Jain. Ya, dari Taru aku banyak sekali belajar hal baru. Meskipun dia usianya empat tahun di bawahku, Taru teramat dewasa untuk anak seusianya, wakakkak.

“Rizqi kamu suka seseorang?”. Tanyanya di kamar asrama lantai dua di kaamr sementara ku kala itu.

“Iya Taru, tapi aku tidak mau banyak berharap. Aku bahkan malu memulai percakapan dengannya. Respons dia tak seperti yang ku harapkan,” jawabku dalam obrolan pagi buta dini hari itu.

“Rizqi, langkah utama agar kamu bisa mengenal dan menjadi dekat dengan seseorang adalah melalui pertemanan. Pertemanan murni yang tak mengharap imbalan apa-apa. Sama seperti hubungan pertemananku dengan mu dan juga Khusbu,” timpal Taru seraya menyinggung teman India kami lainnya yang berasal dari Kashmir, Khusbu namanya.

Mendengar ucapan Taru, pikiranku terbuka. Layaknya menghirup udara segar yang menenangkan aku mengilhami perkataan perempuan berambut panjang itu dengan penuh makna. Tapi beberapa hari sebelum obrolan itu, terlintas di benakku untuk kembali fokus ke tujuan awal.

“Baiklah apapun yang terjadi aku akan berteman dengan siapapun. Aku tidak akan mengharapkan lebih atau berekspektasi banyak. Kamu harus fokus,” ku kenang kataku dalam hati saat itu.

Di sisi lain, aku pun membuat analogi sederhana untuk membantu pikiranku mencerna sesuatu agar lebih masuk akal dan diterapkan dalam ingatan.

“Jika kamu bertemu orang baru di bis, atau di tempat lain, apakah dia pasti menjadi jodohmu? Belum tentu, jodohmu bisa di mana saja. Ingat, kamu mencari sosok yang paham agama dan mengutamakan Tuhannya. Ibadahnya sangat dia perhatikan. Suami yang seperti bisa membimbingmu kelak. Karena menikah bukan perkara mudah. Jangan sampai salah pilih. Baik saja nggak cukup, carilah imam yang memahami agama dan menjaga salatnya,” kataku saat berdialog dengan diri sendiri.

Ya, aku pun harus mengingatkan diriku kembali tentang arti dilema. Apa fungsi dilema? Seragu itukah kamu atas Tuhamu? Allah saja bisa mengatur langit dan bumi, masak mengatur jodoh dan hidupmu saja tak bisa? Jelas bisa, nggak ada yang mustahil bagi Allah.

Karena pada dasarnya aku percaya, kehidupan akhirat lebih utama dibandingkan dunia. Aku mencari sosok yang mengetahui rumus dunia dengan mengejar akhirat. Ya, dia mengutamakan Rabb-nya. Dunia hanya ada di genggaman tangannya.

 

*Kilas Balik: Sejak pertama tiba di India, Khusbu adalah teman India pertamaku. Pertemuan kami tidak sengaja saat makan siang. Dia menawariku sebuah minuman Kava khas Kashmir yang menurutku kurang manis, hahaha. Taru sendiri adalah senior ku karena dia mulai masuk di kampus kami pada 2021. Aku sempat dikenalkan teman Indonesiaku lainnya dengan mengirim nomor Taru melalui Whatsapp. Sayangnya saat itu tak kuindahkan karena aku terlalu asyik dengan Khusbu.

Suatu malam saat aku bersama Khusbu, aku tak sengaja bertemu Taru. Dia anaknya ramah, asyik tapi nerd banget ternyata wakakakak. Sejak saat itu kita sering mengobrol dan menjadi dekat sebagai teman. 

Jumat, 29 Juli 2022

Curhat Skuy: Dialog Diri part 1

*Disclaimer: Tulisan ini terinspirasi dari perjalanan hidupku hari ini. Datang ke RS Kauvery untuk kedua kalinya untuk mengecek apa yang terjadi. Ngerepotin Khusbu dan Mbak Reta. Sempat mewekk akibat pagi hari mimpi ketemu ayah. Lelah dengan semua yang aku rasakan, aku memutuskan berdamai dengan keadaan.

Bisa dibilang hari-hari ini aku sempat kehilangan diriku sendiri. I don’t know who I am, I don’t know what I want, bener-bener literally kayak kehilangan arah. Everything happens so fast. Mulai dari kepergian ayah, proses seleksi beasiswa S2 di India, persiapan berangkat, hingga mendarat di Gandhi Land.

Iya, aku merasa proses kemarin belum selesai. Grieving ditinggal ayah pergi masih ku rasakan sampai sekarang. Aku belum bisa berdamai dengan diriku sendiri. Ya, masih ada rasa penyesalan karena kepergian ayah yang begitu cepat. Aku merasa gagal menjadi anak. Aku tidak menemaninya dengan layak di sisa akhir hidupnya, heyaaa, ngetiknya sambil mewek.

Sampai di India tak sendah yang ku bayangkan. Mulai dari perkuliahan yang begitu sulit ku pahami. Teman India yang selalu pakai bahasa Hindi, hingga makanan yang bikin nanges karena gak sesuai dengan perut dan mungkin lidah kita. Belum lagi apa-apa di India yang serba lelet dan lemoot. Masya allah, bener-bener menguras emosi sekalee. Ngurus sim card dari jam 11 siang hingga jam 4 sore. Sistem administrasi serba ribet, masya allah, bikin ngelus dada setiap hari.

Dari semua itu akhirnya badanku memilih give up dan melambaikan tangan pada kamera. Ya, tubuhku mulai ringkih. Perutku meronta kesakitan akibat setres yang aku rasakan, ya setres itu aku pikul sendiri. Sempat USG ke dokter katanya kena polisistik apa gitu yang nyebabin mensnya nggak lancar. Eh sekali haid keluarnya sampai tiga minggu. Ditambah lagi ada kombinasi semacam gastro blab la yang ngebikin perut sakiit banget. Ya aku sangat menyadari ini ulah ku sendiri, akibat terlalu setres dan overthinking.

I am so lucky karena hari ini bisa menelpon Jelita dan menceritakan keluh kesahku. Jelita, sahabatku sejak kuliah S1 dengan wisdomnya mengingatkanku akan sesuatu, sesuatu yang membuka mataku. Terlebih pikiranku. Ya, malam ini aku berdialog lagi dengan diriku sendiri tentang apa yang ku mau dan tentang apa yang ku rasakan.

“Nggak papa jika kamu memang merasa bersalah, kamu memang melakukan itu. Tapi itu sudah berlalu, kamu mau apa? Rasa bersalahmu tidak akan mengubah keadaan!”

“Kehidupan setelah mati adalah kehidupan terindah di mana makhluk akan bertemu dengan Tuhannya. Ayahmu sudah bahagia dan tidak perlu menderita akibat tak bisa menahan kepahitan hidup”.

 

“Tuhan lebih menyayangi ayahmu, jangan membebani kebahagiaannya di alam sana. Ayahmu sudah tenang dan bahagia,”

“Semua yang terjadi di sekitarmu tidak bisa kamu kontrol. Mereka bukan tanggung jawabmu. Relakan segala sesuatu yang memang tidak bisa kamu atur, let them go. Bukan urusanmu dan bukan kewajibanmu memperbaiki sesuatu hal rusak yang tidak kamu lakukan”

“Kamu harus beryukur. Kamu beruntung bisa sejauh ini, nggak banyak lho yang bisa mendapatkan beasiswa ini. Kamu harus kembali fokus pada hidupmu, itulah salah satu caramu mensyukuri nikmat yang telah diberikan tuhanmu”

“Hiduplah di masa sekarang. Jalani apa yang ada di depan mata. Maafkanlah masa lalu, dan jangan terlalu mengkhawatirkan masa depan. Ada tuhan yang selalu di sisimu”

“Hiduplah secara nyata, jangan di dunia maya. Kamu manusia, bukan mesin pemajang kebahagiaan di media onlen, wakakakakka”

“Kamu tidak sendirian. Ada Tuhanmu yang selalu menjaminmu. Tuhanmu yang maha kuasa mampu mengatur alam ini dan seisinya, masak mengatur hidupmu saja tak bisa?”

“Aku tahu kamu memang merasa sendirian. Aku tahu kamu memang lelah dan ingin segera menikah dan bertemu jodohmu. Tapi, bukankah kamu mau menikah hanya sekali? Bukankah kamu mencari sosok yang tepat dengan memantaskan diri? Santai aja lagi, jangan terburu-buru”

“Nikmati hidupmu saat ini,” kata Pakaaa yang sudah kuamini, wakakakak.

“Kamu punya value, someone harus notice itu. Jika tidak, he’s not your man, sesimpel itu”

“Lakukan apapun yang kamu mau. Kamu berhak bahagia”

“Jangan pernah berekspektasi apapun pada orang lain, fokuslah pada dirimu sendiri”

“Semangat sembuh, kamu pasti bisa. It takes time indeed, santai saja. Nikmati prosesnya, seize the day”

 

 

Rabu, 27 Juli 2022

Curhat Skuy: Pelajaran di Balik Sakit di India Part 1

Sakit di negeri orang adalah sesuatu hal yang nggak keren dan merepotkan banyak orang. Sesuatu yang sebenarnya ingin sekali aku hindari agar tidak terlalu membebani orang banyak. Tapi, apadalah dayaku yang manusia biasa. Aku masih membutuhkan uluran tangan orang lain. Di sini aku tidak akan membahas aku sakit apa, tapi lebih ke pelajaran berharga apa yang ku ambil di balik hal yang tidak ku sukai itu.

 

Satu, beryukur. Yapp, aku sangat bersyukur dikelilingi orang yang support. Orang yang benar-benar tulus dan peduli. Baik dari orang Indonesia pun India. Mereka adalah Khusbu, Taru, Darshi, Arushi, Vidhi, dan Mbak Reta. Eh, gak itu aja lohh. Iyas sama Mas Fauzan yang merupakan senior kita juga caring. Aku bersyukur karena Khusbu rela Poyang paying wara wiri nganterin ke RS terdekat. Begitu pula mbak Reta. Mbak Reta pun rela bersusah payah nyari sayuran dan buah serta segenap peralatan masak agar bisa masakin sop. Kita masak sembunyi-sembunyi menggunakan warisan kompor dari senior pendahulu. Kemarin sempat diambilkan sama mas Umar. Dengan segala keterbatasan yang kami miliki, alhasil kami berhasil makan dengan sangat lahap masakan khas mbak Reta dengan bumbu bawang putih andalannya itu. Ya, mbak Reta masakin sayur sop, terong goreng, dan dadar telor. Aku hanya membantu dia dengan melihat dari jauh. Ya allah, thank you banget mbak, semoga Allah mengganti segala kebaikan mbaak, aamiin. Di tengah sakit perutku yang merajalela itu aku sering menelpon kedua sahabatku di Indonesia, Jelita dan Raka. I am calling him Pakaa. Ya, mereka berdua selalu ada di sana di saat aku membutuhkan mereka. Mereka yang menguatkanku, mendukungku, dan selalu mau mendengar keluh kesahku di tanah Gandhi ini. Aku juga sempat curhat sama mas peb dan dikasih petuahnya yang islami itu, wkwkw.

 

Kedua, let it be. Pelajaran yang kedua adalah terkait percintaan. I cannot deny saat bertemu orang baru, di usia yang tak lagi muda ini membuatku berpikir untuk segera mencari jodoh. Tapi tapi tapi tapi, dari sakitku ini aku sadar. Nggak perlu untuk menjadi apa-apa untuk bisa menarik perhatian orang. Karena, sebenarnya yang terpenting adalah showing our personality dan character sih. Kalau memang kita udah berusaha membuat orang tertarik tetapi tetep FAIL yaudahh. Itu bukan deritamu, ya orang itu bukan untukmu. Gitu aja kok susyah amat mikirnya, wakakaka. Ya aku belajar untuk “Let it be”, apapun yang terjadi akan terjadi. Apapun itu biarkan saja secara alami. Kamu cantik karena kamu sendiri, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Orang yang diciptakan untukmu, bagaimana pun juga hatinya akan menjadi milikmu apapun yang terjadi. Dia akan menghargai dan menerima kekurangan dan kelebihanmu.

 

Ketiga, fokus. Ya, pelajaran ketiga adalah fokus. Fokus pada apa yang telah kamu mulai. Mungkin aku sempat tergoda dengan hal-hal remeh temen yang disebabkan sakitku. Tapi aku sadar, seberapapun susahnya aku menimba ilmu di sini aku harus survive. Aku harus hidup. Negara tidak membayari kuliahku secara gratis untuk sesuatu yang sepele. Jadi, plis. Kembali ke jalan yang benar, hahhahah. Tetap semangat walau memang terasa berat!

 

Keempat, it’s okay to feel what you feel. Yaaaa, pelajaran keempat agak cliché tapii itu terjadi. Sejak awal menginjakkan kaki di India sangatlah tidak mudah. Nggak ada temen, kemana mana sendiri an, I was totally all alone. Mana teh makanannya ga bisa dimakan. Bumbu curry mereka dan masakan sini bikin sakit perut. Aku nangis, dan selalu nangis. Secengeng itu, hahaha. Itu nggak papa kok. Aku menyadari kalau apapun yang aku rasakan sangatlah alami dan sangat tidak masalah. Kange rumah, nangis. Lihat ponakan jatoh, nangis. Gabisa makan makanan Indonesia nangees. Dipaksa makan makanan India nangees. Dicuekin temen India karena mereka lebih prefer ngomong pake bahasa Hindi nangees. Belum bisa ngikutin kelas karena bahasa Inggris orang India too fancy nangees. Sakit perut karena udah ga haid tiga bulan terus sekali mens 3 minggu nangeees. Gak papa, itu semua gak papa. Semuanya akan baik-baik saja. Give yourself a break, take your time. Semuanya perlu waktu, everything takes time.. No need to worry.

Ya, jadi untuk sementara itu dulu curhat kita malam ini wkwkkw. Semoga bermanfaat. 


P.S. Berikut adalah foto masakan mbak Reta, ada juga dokumentasi saat mbak Reta masak aka foreng teyoong. 







Jumat, 17 Juni 2022

Manusia Medioker

Disclaimer, tulisan ini dibuat murni tanpa tujuan menyindir. Murni pemikiran pribadi yang terinspirasi dari fenomena sehari-hari. Fenomena ini ada sangat dekat dengan kita karena berada di lingkungan sekitar. Membaca tulisan ini semoga anda tidak bingung karena bahasane campuran, koyok es campur sing soouwwegger. Wkwkwkwk.

Tak perlu panjang lebar intro, jadi cus langsung saja. Memilih medioker sebagai diksi seakan-akan berkelas tinggi, sok-sok an, joss-markotop dan ala-ala pokoknya. Hahaha. Tapi kita tidak akan membahas alasan di balik pemilihan katanya tetapi lebih fokus mengulas pemaknaannya. Ehciyee. Be Ready everyone, ini medioker menurut perspektif awak, ceilehh.

Di zaman yang serba maju ini, teknologi berkembang pesat. Pasar bebas masuk. Persaingan kerja semakin ketat. Bahasa Inggris sudah biasa, sekarang fokusnya ke another foreign language. Eh tapi kok masih aja ada para hooman yang memilih menjadi medioker?

Di sini term medioker merujuk pada mindset alias pola pikir kolot dan primitif. Di mana ketika melihat sesuatu HANYA dari sudut pandang saja. Selain itu, para manusia masih saja suka menyuapi egonya dengan berbagai makanan lezat yang bikin dia kolesterol dan penyakit berat lainnya. Sungguh tak menyehatkan jiwa dan raganya.

Primitip kek gimana si? Salah satu contohnya adalah gampang judging ini itu. Itu jelek, itu bagus. Ini keren, itu nggak keren. Simpelnya underestimating something or someone adalah jalan ninjaku menuju surga, hahahaha. Kok bisa anda menghakimi orang lain dengan ini itu, anda sesempurna itu? anda tuhan? Cry*. Hanya tuhan loh yang berkuasa bilang ini baik ini nggak, karena tuhan tau hal ghaib yang manusia nggak tau. Salah satunya masa depan kita. Buka mata dan jadilah seseorang yang open-minded, sosok berwawasan luas yang memiliki vibe positif. Jadinya nggak jago kandang, atau pemenang dengan cara menjatuhkan orang lain. Pecundang istilah halusnya. Lawan medioker ini dengan take a risk, take a chance, and breakaway. Berani jadi beda dan menghargai keputusan orang lain.

Medioker juga merupakan para manusia serakah, tamak, dan sii oportunis. Ya kale. Kalo kata Bruno Mars mah you take, take it all but you never give. Cuma memanfaatkan orang lain tanpa memberi treatment yang sama, alias menguntungkan sepihak. Membangun relasi itu penting, koneksi. Jadi, para medioker hanya dianggap sebagai benalu yang siap dibabat abis karena merugikan inang. Meskipun dalam Islam ketika berbuat baik dianjurkan tanpa berharap menerima embel-embel apapun, tapi kita masih manusia bos. At least, respect lah. Sama-sama menguntungkan.

Medioker selanjutnya adalah ketika melihat sesuatu hanya dari satu sudut panjang saja. Misalnya nih ada orang yang suka makan semangka merah. Terus ada yang bilang tuh, ih semangka merah manis tapi ga sehat. Sehat-an semangka kuning. Semangka merah menang warna doang lah, blab la tanpa mengupas esensi kandungan dari buah itu sendiri. Contoh lainnya adalah kala membuat keputusan dalam hidup tanpa memperkirakan jangka panjangnya. Atau tidak menempatkan dirinya di sepatu orang lain. Dalam peribahasa bahasa inggris ada petuah, “Put yourself on someone shoes”. Di sini sebenarnya kita dilatih dan dituntut untuk bisa berempati kepada orang lagi. Dengan cara menempatkan posisi kita dalam posisi orang lain. Tentunya dengan tidak memaksakan pandangan kita terhadap sesuatu. Mudahnya not feeding your ego too much. Hahahah

Medioker lainnya adalah dia yang selfish dan tidak mendengarkan ucapan orang lain. Yang dia pikirkan dirinya sendiri dan lagi lagi dirinya sendiri. Sebagai makhluk sosial we cannot deny we need to get along well with others. Ya kalo selfish gak papa sih. Tapi tinggalnya di hutan aja sama makhluk tuhan yang lain, jangan sama manusia.  hehehhe.

Memiliki gaya komunikasi yang jelek juga termasuk dalam kategori medioker abad ini. Karena eh karena, komunikasi berperan penting dalam banyak hal. Salah komunikasi menyebabkan gagal paham dan misunderstanding. Pesannya gak sampe dan jadinya carut marut kacau balau karena gak sinkron. Si A minta anggur ijo, eh dikasihnya apel merah. It’s terrible dude. Jadi, yok molai sekarang belajar komunikasi yang baik dan ber-attitude, heyya asyeeq.

Oke-oke, masih ada tipe medioker lainnya? Jelas ya. Medioker terakhir versi saiyah adalah mereka yang mendewakan dirinya sendiri dan melupakan tuhannya. Segala yang dia alami, dia rasakan, dia lalui, dia pikirkan sendiri seolah-olah dirinya mampu menahan semuanya. Walhasil menjadikannya sebagai manusia tak bergairah, penuh tekanan, tak bahagia, dan ingin mengakhiri hidup saja. Weitss, jangan sampai, Naudzu billah. Terkesan muna dan naif ya, hahahah. One thing I learn in life is, kita mengaku bertuhan tapi kita nggak seyakin itu sama tuhan kita. Kok bisa?

Kita kurang ilmu agama dan lagi-lagi menjadi budak dunia. Padahal tuhan sudah jelas mengatakan dalam kitabnya, manusia akan diuji. Cara lolos dari ujian itu adalah sabar dan solat. Sebab, Tuhan yang Maha Kuasa. Tuhan yang mengatur segalanya. Manusia berencana, manusia bertindak, Tuhan berkehendak. Jadi jadi jadi, bagaimana caranya agar tidak menjadi manusia medioker? Kembalikan semuanya dengan menggantungkan hidup kita ke tuhan. Tetap lakukan yang terbaik dan selalu optimis dan bersemangat. Menerima dan ridho atas segala keputusan tuhan. Rajin bersyukuuur daaan perlakukan manusia selayaknya manusia. Bismillah, pasti bisa!

Sekian tulisan ini, kurang lebihnya mohon maaf dan semoga bermanfaat. Aamiin aammin. 

Minggu, 29 Mei 2022

Seeing the Unseen: Perjalanan Menuju India Part 1

  

                                        

Keindahan Monas dari Stasiun Gambir, Rabu, 25 Mei 2022

 

Halo gaez, ini adalah tulisan ku yang ingin menceritakan perspektif berbeda. Hahaha. Setelah sekian purnama nggak journaling. Okeh, di tulisan kali ini aku akan membahas tentang perjalananku menuju Jakarta. Lah, judulnya kok menuju India? Sabar, di tulisan ini akan ku ulas semuanya, hahahah.

Oke, jadi ini akan aku arahin ke beasiswaku dulu. Alhamdulillah gaez, aku kemarin dapet beasiswa dari Kementerian Kominfo. Dapatnya ke IIIT-Bangalore. Sebuah beasiswa yang niatnya teramat iseng namun berhadiah. Aku tahu beasiswa ini dari almamaterku terdahulu, STIKOSA-AWS. Ya, semenjak dijabat oleh Ketua yang Baru STIKOSA-AWS I could say berkembang pesat. AWS Berkolaborasi dengan berbagai instansi salah satunya Kominfo. Waktu itu, kepala Kominfo Jatim diundang ke Podcastnya STIKOSA-AWS.

Karena memiliki rasa kepo yang tinggi, googling lah awak. Aku langsung browsing terkait beasiswa BPSDM Kominfo Luar Negeri. Kira-kira begitu namanya. Karena saat browsing itu belum telat, ku beranikan diri mendaftar. Apakah beneran pengen ke India? Tydack! Lagi-lagi awalnya iseng. Lalu kenapa milih India? Sebenarnya mau milih Belanda, tapi jurusan dan mata kuliah yang aku cari nggak ada di Belanda. Jadi walhasil milihlah MSc Digital Society IIIT Bangalore.

Proses pendaftaran dan seleksi begitu cepat. Awal ada email masuk terkait lolos seleksi berkas. Oke, langkah selanjutnya seleksi psikotes dan wawancara psikolog. Saat itu langsung aja ikut dan menjawab soal ala kadarnya. Karena lagi-lagi itu cuma iseng dan nothing to lose. That what was on my mind.  Nah, karena itu aku juga ikut kelas bimbingan ICCR, ternyata beberapa hari setelahnya aku dapat email lagi. Email tersebut menginstruksikan aku mengikuti seleksi wawancara pimpinan.

Meskipun iseng, lagi-lagi aku juga iseng tanya teman yang jad narasumber di kelas bimbingan ICCR. Barangkali mereka kenal dengan anak Indonesia awardee Kominfo. Dari situlah aku dipertemukan dengan mas-mas pengamat politik bernama Fauzan Azhim. Saat pertama ketemu via Zoom mas Fauzan Bhaeq banget ya Allah. Ramah banget. Mas Fauzan ngasih sepercik informasi kira-kira nanti wawancaranya seperti apa. Bersamaan dengan itu, dari grup yang sama aku dikenalkan oleh temanku ke awardee Kominfo lainnya bernama mas Andika. Sama halnya dengan Mas Ojan, mas Andika juga nggak kalah baiqnya.

Tibalah di hari di mana aku wawancara pimpinan. It was so nervous, had no idea what to do but the show must go on. Oke aku wawancara dan masuk ke tim 3. Diwawancarai dua orang, pak Said Mirza Pahlevi dan pak Harry blabla. Lupa namanya, wkwkkw. Saat wawancara I was giving my best meskipun belibet. Ku pikir aku nggak lulus, karena mereka tanya pertanyaan yang diulang-ulang. Ku pikir my English was poor. Dua hari berselang ternyata awak keterima beasiswa, it was so shocking tho. Kayak gila ya, nggak berharap apa-apa loh eh dapet. Gila ga she?

Awalnya aku menolak dan kekeuh pingin melaju memperjuangkan LPDP. Karena LPDP aku lolos tes bakat scholastik. Aku milihnya Columbia Uni. Bisa bayangin nggak betapa kerennya awak nanti pas disebut sebagai awardee LPDP dan alumnus Columbia Uni? Tapii, hari demi hari diri awak gamang. Galau PoL. Gereget untuk meraih LPDP sudah sirna, LPDP ribet banget qaq. Stepnya panjang dan bikin stress. Berdiskusi sama keluarga dan disarankan ambil yang Kominfo. Oke, meskipun perang tapi let’s give it a go!

 

Breakfast pertama di hotel bintang emapt Cibubur, wkwkw


Masih inget bener tanggal 21 an dikabari harus segera ke Jakarta, tepatnya ke Cibubur untuk tes seleksi masuk IIIT Bangalore. Kaget dong ya awak. Kata pihak Kominfonya nanti akomodasi dan tiket direimbursed. Awak memilih menggunakan kereta karena murah dan waktu tempuhnya cuma 8 jam. Oke, pesan tiket pun dibantu sobat sejati awak bernama Paka Bnyakcoho. Wkwkwk. Tiket siap, tanggal 22 pun awak meluncur ke Cibubur dengan berangkat menuju Stasiun Pasar Turi dulu. 

Ternyata duduk di kereta selama 8 jam pegel juga. Mana AC kereta duingiin gelaaa. Bikin badan meriang. Wkkwkw. Juk ijak ijuk. Setelah 8 jam perjalanan sampailah di Stasiun Gambir. Dari Gambir menuju Cibubur karena nggak ada KRL ke sana. Awak memilih pakai Transjakarta. Hotel tempat awak stay pun katanya dekat dengan Halte Busway.

Dengan membawa baju dan peralatan perang seisi kampung, gela capek banget. Naik Transjakarta pun ternyata harus bolak balik oper. Akhirnya nanya orang bolak-balik. Wakakkaka. Alhamdulillahnya di setiap perjalananku kemarin dipertemukan dengan orang baik yang senang sedia menjawab pertanyaanku agar sampai CIbubur dengan selamat. Aku transit dari Halter depan Gambir ke Harmoni. Dari Harmoni ke PGC turun di BKN. Dari BKN baru ke Cibubur. Pas mau ke Cibubur beruntungnya dipertemukan dengan mbak-mbak baik yang seolah menjadi pemandu perjalananku menuju hotel. Ternyata untuk ke hotel itu harus naik angkot. Setelah naik angkot aku berjalan sekitar 3 menit menuju hotel.

Rasa nyaman dan syukur ku panjatkan sudah sampai hotel. Sayangnya ternyata nggak bisa early check in. Nggak ada pihak Kominfo di sana menjemput awak, I said like Oh my god. Beruntung di lobby hotel ada kursi besar yang bisa digunakan buat tidur. Padahal saat itu awak sangat lapar dan perut keroncongan. Terlebih masuk angin gegara kedinginan di kereta. Ternyata perjalanan menuju Jakarta tak seindah yang ku pamerkan di Instastory. Hahahahahhaha.

Jam satu pun awak naik dan langsung rebahan. Mandi-mandi pakai air panas untuk melemaskan otot yang sudah kaku. Dengan kondisi kamar berantakan awak tertidur pulas. Bangun-bangun kaki sebelah kiri kram dan sakit parah. Aku hanya menangis sendirian dan mencoba mengabaikannya. Ku coba memejamkan mata sekali lagi dan tidur. Sebagai orang yang mager awak lupa nggak beli makan malam karena bontotan Mr Suprek masih ada.

Besoknya aku bangun pagi-pagi dan bergegas untuk sarapan. Sebab jam 9 harus stand by sebelum tes masuk IIIT Banaglore dimulai. Aku sarapan dibantu pelayan hotel. Aku kurang yaman saat pelayan mengambilkan aku makan. Aku tak leluasa memilih apa saja yang ingin aku makan. Aku memilih sosis empat, ikan dori, ayam mentega dan buah. Sosisnya ternyata tak seindah angan-angan. Rasanya tak selezat itu. Tetapi, menginap di hotel bintang empat, breakfast di hotel mewah adalaha privilege yang membuatku bersyukur. “Oh begini ya rasanya jadi awardee,” kataku dalam hati.

Panel ruangan tempat tes masuk IIIT Bangalore di Hotel Cibubur


Selesai makan aku kembali ke kamar yang berada di lantai 10. Aku mandi dan bersiap-siap. Rasa nervous ku pun menyerang lagi. Tapi ku yakinkan diriku dan bilang, kalau rejeki nggak ke mana. Wawancaranya went well insya allah, tinggal nunggu pengumuman. Aku juga ketemu awardee lainnya bernama Redry. Mas Redry rupanya kisahnya mirip denganku. Dia iseng daftar IIIT Bangalore. Dia minatnya kuliah di UI saja. Tapi, mendengar jawaban pihak Kominfo yang akan memblack list kami sepertinya mas Redry berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan berat.

Tanggal 24 pun hampir berlalu. Aku ingat pukul 17.00 aku mengambil sejumlah jajan di hotel yang enak-enak dan ku boyong ke kamar. Awalnya hari itu mau ketemu temen di Blok M tapi kuurungkan niatku. Badanku capek dan teramat lelah. Aku bahkan memilih rebahan lagi di kasur dan nggak jadi mandi air panas. Pukul 19.00 aku pesan grabfood nasi padang biar ga amsyong awak. Seperti biasa Nasi Limpa adalah jalan ninjaku melawan kelaparan, wkwkwk. Di jam yang sama aku menceritakan pengalamanku ke Paka. Paka saat inipun tengah mendaftar beasiswa ICCR untuk S1 nya dia.

Mengetahui jadwal balik ke Surabaya pukul 08.20, aku nggak bisa tidur. I was so fucking insecure at that time. Damn, tidur 3 jam doang mungkin. Aku kepikiran, kenapa nggak milih pesawat? Padahal kan bisa menikmati kelezatan makanan hotel mevvah sekali lagi. Aku bahkan menelpon Paka untuk mengganti tiketku tapi ternyata nggak bisa. Mepet banget.

Jam setengah lima aku terbangun dan langsung mandi pakai air panas. Badanku terasa kaku dan mati rasa. I thought I was gonna die. Setelah menguatkan diri untuk bersiap-siap, pukul 06.00 aku pesan Grab Car ke Stasiun Gambir. Beruntung aku dipertemukan lagi dengan orang baik. Drivernya orang Solo dan di sepanjang perjalanan kami bercerita tentang Jakarta, Surabaya, dan Solo. Hahahhaha.

Dengan barang bawaan yang cukup memberatkan tangan aku sampai di Stasiun Gambir. Lelah juga ternyata harus jalan naik dan menunggu kereta tiba. Aku sampat mengabadikan momen kereta datang dan mengunggahnya di reels instagramku. Di kereta yang super dingin itu, kalau dihitung mungkin 9x lebih aku ke toilet. Beruntungnya kursiku dekat dengan toilet, jadi bolak-balik pun sepertinya nggak masalah. Meskipun orang di belakangku melotot keheranan, ah bodoh amat lah.

8 jam berlalu aku tiba stasiun Pasar Turi. Aku memesan grab online karena ingin segera sampai kos. Ternyata aku harus jaaln cukup jauh untuk ke titik penjemputan untuk menghindari Ojek Pangkalan. Lelah berjalan, ada bapak driver yang menawarkan tumpangan buatku. Awalnya orangnya meminta Rp 25 ribu, ku tolak. Bapak itu menurunkannya menjadi Rp 20 ribu. Ku tolak lagi karena di aplikasi cuma Rp 15 ribu. Bapak itu pun mengiyakan. Grab yang telah ku pesan pun akhirnya aku batalkan.

Saat tiba di kos, bapak itu ku beri Rp 20 ribu. Dengan penuh bahagia bapak itu menerima uangku. Dia tampak bersyukur dan mukanya memerah. Mengetahui ekspresi baoak itu membuatku ingin menangis. Bagaimana bisa aku menjalani hidupku selama ini dengan penuh kedamaian dan ketentraman tapi aku tak bersyukur. Bapak tadi pun menginspirasi ku untuk tidak share apapun di IG. Nggak semua kebahagiaan kita harus dibagi. Kita pun harus sering bersyukur, karena nggak semua orang seberuntung kita.

Sementara, merasakan badanku yang capek dan vegel aku memutuskan segera bertolak ke Jombang. Dari Kos aku pesan grab menuju stasiun Gubeng. Aku tak sabar untuk pijet dan bertemu keempat anak-anakku. Hahahahhaa. Mereka adalah Mbak zoi, mas Ucan ucin, Dik Kak Cebyuk, dan Dik Gim-gim. Pulang adalah surga. Ada kegembiraan di sana. Dan dalam perjalanan, nggak semuanya Indah. Ada beberapa hal yang nggak orang tahu. Apapun itu nikmati prosesnya dan jangan lupa bersyukur. Gantungkan segala urusanmu pada Tuhan. Sekian dulu tulisan kali ini. Yeay..

Bapak driver opang yang ku maksud


Pemandangan dari kaca Hotel lantai 10


menunggu kereta tiba


Tiba di Stasiun Surabaya PasarTuri