Sabtu, 30 Juli 2022

Curhat Skuy: Dilema Jodoh

Sebagai sosok yang berusia melebihi seperempat abad dan tak lagi, dilema perkara jodoh sudah mulai menjadi topik serius yang perlu dipikirkan. Ya, setelah sekian lama menjadi jomblo fi sabilillah, wkwkw, semoga sempat terbesit untuk mengusahakan dan mengikhtiarkan jodoh. Ya, pemikiran terkait itu timbul tenggelam karena sekarang alhamdulillah aku diberi kesempatan menempuh pendidikan S2 di India.

Sempat ku berpikir setiap aku bertemu orang baru pasti ada chance untuk menjadi jodohku. Ya, anggapan ku dengan pemikiran sempitku menganggap orang baru tersebut suka sama akua tau nggak. Arahnya ke sana. Sebuah pemikiran dangkal yang justru tak menuntun ku ke arah jodoh, wakakka. Kok bisa?

Ya, akhir-akhir dengan semua overthinking yang bahkan membuatku sakit perut membuatku memutar otak. Berpikir untuk let go apa saja yang mulai membebani pikiran. Ya otakku sungguh berisik meskipun kamar kos terdengar syahdu suara gerimis hujan yang turun di dekat jendela kamar asrama. Secara spontan tetiba muncul pemikiran,

“Kalau dia hatinya untukmu, apapun yang terjadi dia takkan berpaling. Secantik apapun orang lain dan sebesar apapun godannya, jika dia jodohmu dia akan kembali padamu,” kataku dalam hati.

Sebuah percakapan singkat dalam hati yang cukup menenangkan jiwa.

Tak lama setelah itu, aku berdiskusi dengan temanku bernama Taru Jain. Ya, dari Taru aku banyak sekali belajar hal baru. Meskipun dia usianya empat tahun di bawahku, Taru teramat dewasa untuk anak seusianya, wakakkak.

“Rizqi kamu suka seseorang?”. Tanyanya di kamar asrama lantai dua di kaamr sementara ku kala itu.

“Iya Taru, tapi aku tidak mau banyak berharap. Aku bahkan malu memulai percakapan dengannya. Respons dia tak seperti yang ku harapkan,” jawabku dalam obrolan pagi buta dini hari itu.

“Rizqi, langkah utama agar kamu bisa mengenal dan menjadi dekat dengan seseorang adalah melalui pertemanan. Pertemanan murni yang tak mengharap imbalan apa-apa. Sama seperti hubungan pertemananku dengan mu dan juga Khusbu,” timpal Taru seraya menyinggung teman India kami lainnya yang berasal dari Kashmir, Khusbu namanya.

Mendengar ucapan Taru, pikiranku terbuka. Layaknya menghirup udara segar yang menenangkan aku mengilhami perkataan perempuan berambut panjang itu dengan penuh makna. Tapi beberapa hari sebelum obrolan itu, terlintas di benakku untuk kembali fokus ke tujuan awal.

“Baiklah apapun yang terjadi aku akan berteman dengan siapapun. Aku tidak akan mengharapkan lebih atau berekspektasi banyak. Kamu harus fokus,” ku kenang kataku dalam hati saat itu.

Di sisi lain, aku pun membuat analogi sederhana untuk membantu pikiranku mencerna sesuatu agar lebih masuk akal dan diterapkan dalam ingatan.

“Jika kamu bertemu orang baru di bis, atau di tempat lain, apakah dia pasti menjadi jodohmu? Belum tentu, jodohmu bisa di mana saja. Ingat, kamu mencari sosok yang paham agama dan mengutamakan Tuhannya. Ibadahnya sangat dia perhatikan. Suami yang seperti bisa membimbingmu kelak. Karena menikah bukan perkara mudah. Jangan sampai salah pilih. Baik saja nggak cukup, carilah imam yang memahami agama dan menjaga salatnya,” kataku saat berdialog dengan diri sendiri.

Ya, aku pun harus mengingatkan diriku kembali tentang arti dilema. Apa fungsi dilema? Seragu itukah kamu atas Tuhamu? Allah saja bisa mengatur langit dan bumi, masak mengatur jodoh dan hidupmu saja tak bisa? Jelas bisa, nggak ada yang mustahil bagi Allah.

Karena pada dasarnya aku percaya, kehidupan akhirat lebih utama dibandingkan dunia. Aku mencari sosok yang mengetahui rumus dunia dengan mengejar akhirat. Ya, dia mengutamakan Rabb-nya. Dunia hanya ada di genggaman tangannya.

 

*Kilas Balik: Sejak pertama tiba di India, Khusbu adalah teman India pertamaku. Pertemuan kami tidak sengaja saat makan siang. Dia menawariku sebuah minuman Kava khas Kashmir yang menurutku kurang manis, hahaha. Taru sendiri adalah senior ku karena dia mulai masuk di kampus kami pada 2021. Aku sempat dikenalkan teman Indonesiaku lainnya dengan mengirim nomor Taru melalui Whatsapp. Sayangnya saat itu tak kuindahkan karena aku terlalu asyik dengan Khusbu.

Suatu malam saat aku bersama Khusbu, aku tak sengaja bertemu Taru. Dia anaknya ramah, asyik tapi nerd banget ternyata wakakakak. Sejak saat itu kita sering mengobrol dan menjadi dekat sebagai teman. 

Jumat, 29 Juli 2022

Curhat Skuy: Dialog Diri part 1

*Disclaimer: Tulisan ini terinspirasi dari perjalanan hidupku hari ini. Datang ke RS Kauvery untuk kedua kalinya untuk mengecek apa yang terjadi. Ngerepotin Khusbu dan Mbak Reta. Sempat mewekk akibat pagi hari mimpi ketemu ayah. Lelah dengan semua yang aku rasakan, aku memutuskan berdamai dengan keadaan.

Bisa dibilang hari-hari ini aku sempat kehilangan diriku sendiri. I don’t know who I am, I don’t know what I want, bener-bener literally kayak kehilangan arah. Everything happens so fast. Mulai dari kepergian ayah, proses seleksi beasiswa S2 di India, persiapan berangkat, hingga mendarat di Gandhi Land.

Iya, aku merasa proses kemarin belum selesai. Grieving ditinggal ayah pergi masih ku rasakan sampai sekarang. Aku belum bisa berdamai dengan diriku sendiri. Ya, masih ada rasa penyesalan karena kepergian ayah yang begitu cepat. Aku merasa gagal menjadi anak. Aku tidak menemaninya dengan layak di sisa akhir hidupnya, heyaaa, ngetiknya sambil mewek.

Sampai di India tak sendah yang ku bayangkan. Mulai dari perkuliahan yang begitu sulit ku pahami. Teman India yang selalu pakai bahasa Hindi, hingga makanan yang bikin nanges karena gak sesuai dengan perut dan mungkin lidah kita. Belum lagi apa-apa di India yang serba lelet dan lemoot. Masya allah, bener-bener menguras emosi sekalee. Ngurus sim card dari jam 11 siang hingga jam 4 sore. Sistem administrasi serba ribet, masya allah, bikin ngelus dada setiap hari.

Dari semua itu akhirnya badanku memilih give up dan melambaikan tangan pada kamera. Ya, tubuhku mulai ringkih. Perutku meronta kesakitan akibat setres yang aku rasakan, ya setres itu aku pikul sendiri. Sempat USG ke dokter katanya kena polisistik apa gitu yang nyebabin mensnya nggak lancar. Eh sekali haid keluarnya sampai tiga minggu. Ditambah lagi ada kombinasi semacam gastro blab la yang ngebikin perut sakiit banget. Ya aku sangat menyadari ini ulah ku sendiri, akibat terlalu setres dan overthinking.

I am so lucky karena hari ini bisa menelpon Jelita dan menceritakan keluh kesahku. Jelita, sahabatku sejak kuliah S1 dengan wisdomnya mengingatkanku akan sesuatu, sesuatu yang membuka mataku. Terlebih pikiranku. Ya, malam ini aku berdialog lagi dengan diriku sendiri tentang apa yang ku mau dan tentang apa yang ku rasakan.

“Nggak papa jika kamu memang merasa bersalah, kamu memang melakukan itu. Tapi itu sudah berlalu, kamu mau apa? Rasa bersalahmu tidak akan mengubah keadaan!”

“Kehidupan setelah mati adalah kehidupan terindah di mana makhluk akan bertemu dengan Tuhannya. Ayahmu sudah bahagia dan tidak perlu menderita akibat tak bisa menahan kepahitan hidup”.

 

“Tuhan lebih menyayangi ayahmu, jangan membebani kebahagiaannya di alam sana. Ayahmu sudah tenang dan bahagia,”

“Semua yang terjadi di sekitarmu tidak bisa kamu kontrol. Mereka bukan tanggung jawabmu. Relakan segala sesuatu yang memang tidak bisa kamu atur, let them go. Bukan urusanmu dan bukan kewajibanmu memperbaiki sesuatu hal rusak yang tidak kamu lakukan”

“Kamu harus beryukur. Kamu beruntung bisa sejauh ini, nggak banyak lho yang bisa mendapatkan beasiswa ini. Kamu harus kembali fokus pada hidupmu, itulah salah satu caramu mensyukuri nikmat yang telah diberikan tuhanmu”

“Hiduplah di masa sekarang. Jalani apa yang ada di depan mata. Maafkanlah masa lalu, dan jangan terlalu mengkhawatirkan masa depan. Ada tuhan yang selalu di sisimu”

“Hiduplah secara nyata, jangan di dunia maya. Kamu manusia, bukan mesin pemajang kebahagiaan di media onlen, wakakakakka”

“Kamu tidak sendirian. Ada Tuhanmu yang selalu menjaminmu. Tuhanmu yang maha kuasa mampu mengatur alam ini dan seisinya, masak mengatur hidupmu saja tak bisa?”

“Aku tahu kamu memang merasa sendirian. Aku tahu kamu memang lelah dan ingin segera menikah dan bertemu jodohmu. Tapi, bukankah kamu mau menikah hanya sekali? Bukankah kamu mencari sosok yang tepat dengan memantaskan diri? Santai aja lagi, jangan terburu-buru”

“Nikmati hidupmu saat ini,” kata Pakaaa yang sudah kuamini, wakakakak.

“Kamu punya value, someone harus notice itu. Jika tidak, he’s not your man, sesimpel itu”

“Lakukan apapun yang kamu mau. Kamu berhak bahagia”

“Jangan pernah berekspektasi apapun pada orang lain, fokuslah pada dirimu sendiri”

“Semangat sembuh, kamu pasti bisa. It takes time indeed, santai saja. Nikmati prosesnya, seize the day”

 

 

Rabu, 27 Juli 2022

Curhat Skuy: Pelajaran di Balik Sakit di India Part 1

Sakit di negeri orang adalah sesuatu hal yang nggak keren dan merepotkan banyak orang. Sesuatu yang sebenarnya ingin sekali aku hindari agar tidak terlalu membebani orang banyak. Tapi, apadalah dayaku yang manusia biasa. Aku masih membutuhkan uluran tangan orang lain. Di sini aku tidak akan membahas aku sakit apa, tapi lebih ke pelajaran berharga apa yang ku ambil di balik hal yang tidak ku sukai itu.

 

Satu, beryukur. Yapp, aku sangat bersyukur dikelilingi orang yang support. Orang yang benar-benar tulus dan peduli. Baik dari orang Indonesia pun India. Mereka adalah Khusbu, Taru, Darshi, Arushi, Vidhi, dan Mbak Reta. Eh, gak itu aja lohh. Iyas sama Mas Fauzan yang merupakan senior kita juga caring. Aku bersyukur karena Khusbu rela Poyang paying wara wiri nganterin ke RS terdekat. Begitu pula mbak Reta. Mbak Reta pun rela bersusah payah nyari sayuran dan buah serta segenap peralatan masak agar bisa masakin sop. Kita masak sembunyi-sembunyi menggunakan warisan kompor dari senior pendahulu. Kemarin sempat diambilkan sama mas Umar. Dengan segala keterbatasan yang kami miliki, alhasil kami berhasil makan dengan sangat lahap masakan khas mbak Reta dengan bumbu bawang putih andalannya itu. Ya, mbak Reta masakin sayur sop, terong goreng, dan dadar telor. Aku hanya membantu dia dengan melihat dari jauh. Ya allah, thank you banget mbak, semoga Allah mengganti segala kebaikan mbaak, aamiin. Di tengah sakit perutku yang merajalela itu aku sering menelpon kedua sahabatku di Indonesia, Jelita dan Raka. I am calling him Pakaa. Ya, mereka berdua selalu ada di sana di saat aku membutuhkan mereka. Mereka yang menguatkanku, mendukungku, dan selalu mau mendengar keluh kesahku di tanah Gandhi ini. Aku juga sempat curhat sama mas peb dan dikasih petuahnya yang islami itu, wkwkw.

 

Kedua, let it be. Pelajaran yang kedua adalah terkait percintaan. I cannot deny saat bertemu orang baru, di usia yang tak lagi muda ini membuatku berpikir untuk segera mencari jodoh. Tapi tapi tapi tapi, dari sakitku ini aku sadar. Nggak perlu untuk menjadi apa-apa untuk bisa menarik perhatian orang. Karena, sebenarnya yang terpenting adalah showing our personality dan character sih. Kalau memang kita udah berusaha membuat orang tertarik tetapi tetep FAIL yaudahh. Itu bukan deritamu, ya orang itu bukan untukmu. Gitu aja kok susyah amat mikirnya, wakakaka. Ya aku belajar untuk “Let it be”, apapun yang terjadi akan terjadi. Apapun itu biarkan saja secara alami. Kamu cantik karena kamu sendiri, dengan segala kekurangan dan kelebihanmu. Orang yang diciptakan untukmu, bagaimana pun juga hatinya akan menjadi milikmu apapun yang terjadi. Dia akan menghargai dan menerima kekurangan dan kelebihanmu.

 

Ketiga, fokus. Ya, pelajaran ketiga adalah fokus. Fokus pada apa yang telah kamu mulai. Mungkin aku sempat tergoda dengan hal-hal remeh temen yang disebabkan sakitku. Tapi aku sadar, seberapapun susahnya aku menimba ilmu di sini aku harus survive. Aku harus hidup. Negara tidak membayari kuliahku secara gratis untuk sesuatu yang sepele. Jadi, plis. Kembali ke jalan yang benar, hahhahah. Tetap semangat walau memang terasa berat!

 

Keempat, it’s okay to feel what you feel. Yaaaa, pelajaran keempat agak cliché tapii itu terjadi. Sejak awal menginjakkan kaki di India sangatlah tidak mudah. Nggak ada temen, kemana mana sendiri an, I was totally all alone. Mana teh makanannya ga bisa dimakan. Bumbu curry mereka dan masakan sini bikin sakit perut. Aku nangis, dan selalu nangis. Secengeng itu, hahaha. Itu nggak papa kok. Aku menyadari kalau apapun yang aku rasakan sangatlah alami dan sangat tidak masalah. Kange rumah, nangis. Lihat ponakan jatoh, nangis. Gabisa makan makanan Indonesia nangees. Dipaksa makan makanan India nangees. Dicuekin temen India karena mereka lebih prefer ngomong pake bahasa Hindi nangees. Belum bisa ngikutin kelas karena bahasa Inggris orang India too fancy nangees. Sakit perut karena udah ga haid tiga bulan terus sekali mens 3 minggu nangeees. Gak papa, itu semua gak papa. Semuanya akan baik-baik saja. Give yourself a break, take your time. Semuanya perlu waktu, everything takes time.. No need to worry.

Ya, jadi untuk sementara itu dulu curhat kita malam ini wkwkkw. Semoga bermanfaat. 


P.S. Berikut adalah foto masakan mbak Reta, ada juga dokumentasi saat mbak Reta masak aka foreng teyoong.