Minggu, 29 Mei 2022

Seeing the Unseen: Perjalanan Menuju India Part 1

  

                                        

Keindahan Monas dari Stasiun Gambir, Rabu, 25 Mei 2022

 

Halo gaez, ini adalah tulisan ku yang ingin menceritakan perspektif berbeda. Hahaha. Setelah sekian purnama nggak journaling. Okeh, di tulisan kali ini aku akan membahas tentang perjalananku menuju Jakarta. Lah, judulnya kok menuju India? Sabar, di tulisan ini akan ku ulas semuanya, hahahah.

Oke, jadi ini akan aku arahin ke beasiswaku dulu. Alhamdulillah gaez, aku kemarin dapet beasiswa dari Kementerian Kominfo. Dapatnya ke IIIT-Bangalore. Sebuah beasiswa yang niatnya teramat iseng namun berhadiah. Aku tahu beasiswa ini dari almamaterku terdahulu, STIKOSA-AWS. Ya, semenjak dijabat oleh Ketua yang Baru STIKOSA-AWS I could say berkembang pesat. AWS Berkolaborasi dengan berbagai instansi salah satunya Kominfo. Waktu itu, kepala Kominfo Jatim diundang ke Podcastnya STIKOSA-AWS.

Karena memiliki rasa kepo yang tinggi, googling lah awak. Aku langsung browsing terkait beasiswa BPSDM Kominfo Luar Negeri. Kira-kira begitu namanya. Karena saat browsing itu belum telat, ku beranikan diri mendaftar. Apakah beneran pengen ke India? Tydack! Lagi-lagi awalnya iseng. Lalu kenapa milih India? Sebenarnya mau milih Belanda, tapi jurusan dan mata kuliah yang aku cari nggak ada di Belanda. Jadi walhasil milihlah MSc Digital Society IIIT Bangalore.

Proses pendaftaran dan seleksi begitu cepat. Awal ada email masuk terkait lolos seleksi berkas. Oke, langkah selanjutnya seleksi psikotes dan wawancara psikolog. Saat itu langsung aja ikut dan menjawab soal ala kadarnya. Karena lagi-lagi itu cuma iseng dan nothing to lose. That what was on my mind.  Nah, karena itu aku juga ikut kelas bimbingan ICCR, ternyata beberapa hari setelahnya aku dapat email lagi. Email tersebut menginstruksikan aku mengikuti seleksi wawancara pimpinan.

Meskipun iseng, lagi-lagi aku juga iseng tanya teman yang jad narasumber di kelas bimbingan ICCR. Barangkali mereka kenal dengan anak Indonesia awardee Kominfo. Dari situlah aku dipertemukan dengan mas-mas pengamat politik bernama Fauzan Azhim. Saat pertama ketemu via Zoom mas Fauzan Bhaeq banget ya Allah. Ramah banget. Mas Fauzan ngasih sepercik informasi kira-kira nanti wawancaranya seperti apa. Bersamaan dengan itu, dari grup yang sama aku dikenalkan oleh temanku ke awardee Kominfo lainnya bernama mas Andika. Sama halnya dengan Mas Ojan, mas Andika juga nggak kalah baiqnya.

Tibalah di hari di mana aku wawancara pimpinan. It was so nervous, had no idea what to do but the show must go on. Oke aku wawancara dan masuk ke tim 3. Diwawancarai dua orang, pak Said Mirza Pahlevi dan pak Harry blabla. Lupa namanya, wkwkkw. Saat wawancara I was giving my best meskipun belibet. Ku pikir aku nggak lulus, karena mereka tanya pertanyaan yang diulang-ulang. Ku pikir my English was poor. Dua hari berselang ternyata awak keterima beasiswa, it was so shocking tho. Kayak gila ya, nggak berharap apa-apa loh eh dapet. Gila ga she?

Awalnya aku menolak dan kekeuh pingin melaju memperjuangkan LPDP. Karena LPDP aku lolos tes bakat scholastik. Aku milihnya Columbia Uni. Bisa bayangin nggak betapa kerennya awak nanti pas disebut sebagai awardee LPDP dan alumnus Columbia Uni? Tapii, hari demi hari diri awak gamang. Galau PoL. Gereget untuk meraih LPDP sudah sirna, LPDP ribet banget qaq. Stepnya panjang dan bikin stress. Berdiskusi sama keluarga dan disarankan ambil yang Kominfo. Oke, meskipun perang tapi let’s give it a go!

 

Breakfast pertama di hotel bintang emapt Cibubur, wkwkw


Masih inget bener tanggal 21 an dikabari harus segera ke Jakarta, tepatnya ke Cibubur untuk tes seleksi masuk IIIT Bangalore. Kaget dong ya awak. Kata pihak Kominfonya nanti akomodasi dan tiket direimbursed. Awak memilih menggunakan kereta karena murah dan waktu tempuhnya cuma 8 jam. Oke, pesan tiket pun dibantu sobat sejati awak bernama Paka Bnyakcoho. Wkwkwk. Tiket siap, tanggal 22 pun awak meluncur ke Cibubur dengan berangkat menuju Stasiun Pasar Turi dulu. 

Ternyata duduk di kereta selama 8 jam pegel juga. Mana AC kereta duingiin gelaaa. Bikin badan meriang. Wkkwkw. Juk ijak ijuk. Setelah 8 jam perjalanan sampailah di Stasiun Gambir. Dari Gambir menuju Cibubur karena nggak ada KRL ke sana. Awak memilih pakai Transjakarta. Hotel tempat awak stay pun katanya dekat dengan Halte Busway.

Dengan membawa baju dan peralatan perang seisi kampung, gela capek banget. Naik Transjakarta pun ternyata harus bolak balik oper. Akhirnya nanya orang bolak-balik. Wakakkaka. Alhamdulillahnya di setiap perjalananku kemarin dipertemukan dengan orang baik yang senang sedia menjawab pertanyaanku agar sampai CIbubur dengan selamat. Aku transit dari Halter depan Gambir ke Harmoni. Dari Harmoni ke PGC turun di BKN. Dari BKN baru ke Cibubur. Pas mau ke Cibubur beruntungnya dipertemukan dengan mbak-mbak baik yang seolah menjadi pemandu perjalananku menuju hotel. Ternyata untuk ke hotel itu harus naik angkot. Setelah naik angkot aku berjalan sekitar 3 menit menuju hotel.

Rasa nyaman dan syukur ku panjatkan sudah sampai hotel. Sayangnya ternyata nggak bisa early check in. Nggak ada pihak Kominfo di sana menjemput awak, I said like Oh my god. Beruntung di lobby hotel ada kursi besar yang bisa digunakan buat tidur. Padahal saat itu awak sangat lapar dan perut keroncongan. Terlebih masuk angin gegara kedinginan di kereta. Ternyata perjalanan menuju Jakarta tak seindah yang ku pamerkan di Instastory. Hahahahahhaha.

Jam satu pun awak naik dan langsung rebahan. Mandi-mandi pakai air panas untuk melemaskan otot yang sudah kaku. Dengan kondisi kamar berantakan awak tertidur pulas. Bangun-bangun kaki sebelah kiri kram dan sakit parah. Aku hanya menangis sendirian dan mencoba mengabaikannya. Ku coba memejamkan mata sekali lagi dan tidur. Sebagai orang yang mager awak lupa nggak beli makan malam karena bontotan Mr Suprek masih ada.

Besoknya aku bangun pagi-pagi dan bergegas untuk sarapan. Sebab jam 9 harus stand by sebelum tes masuk IIIT Banaglore dimulai. Aku sarapan dibantu pelayan hotel. Aku kurang yaman saat pelayan mengambilkan aku makan. Aku tak leluasa memilih apa saja yang ingin aku makan. Aku memilih sosis empat, ikan dori, ayam mentega dan buah. Sosisnya ternyata tak seindah angan-angan. Rasanya tak selezat itu. Tetapi, menginap di hotel bintang empat, breakfast di hotel mewah adalaha privilege yang membuatku bersyukur. “Oh begini ya rasanya jadi awardee,” kataku dalam hati.

Panel ruangan tempat tes masuk IIIT Bangalore di Hotel Cibubur


Selesai makan aku kembali ke kamar yang berada di lantai 10. Aku mandi dan bersiap-siap. Rasa nervous ku pun menyerang lagi. Tapi ku yakinkan diriku dan bilang, kalau rejeki nggak ke mana. Wawancaranya went well insya allah, tinggal nunggu pengumuman. Aku juga ketemu awardee lainnya bernama Redry. Mas Redry rupanya kisahnya mirip denganku. Dia iseng daftar IIIT Bangalore. Dia minatnya kuliah di UI saja. Tapi, mendengar jawaban pihak Kominfo yang akan memblack list kami sepertinya mas Redry berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan berat.

Tanggal 24 pun hampir berlalu. Aku ingat pukul 17.00 aku mengambil sejumlah jajan di hotel yang enak-enak dan ku boyong ke kamar. Awalnya hari itu mau ketemu temen di Blok M tapi kuurungkan niatku. Badanku capek dan teramat lelah. Aku bahkan memilih rebahan lagi di kasur dan nggak jadi mandi air panas. Pukul 19.00 aku pesan grabfood nasi padang biar ga amsyong awak. Seperti biasa Nasi Limpa adalah jalan ninjaku melawan kelaparan, wkwkwk. Di jam yang sama aku menceritakan pengalamanku ke Paka. Paka saat inipun tengah mendaftar beasiswa ICCR untuk S1 nya dia.

Mengetahui jadwal balik ke Surabaya pukul 08.20, aku nggak bisa tidur. I was so fucking insecure at that time. Damn, tidur 3 jam doang mungkin. Aku kepikiran, kenapa nggak milih pesawat? Padahal kan bisa menikmati kelezatan makanan hotel mevvah sekali lagi. Aku bahkan menelpon Paka untuk mengganti tiketku tapi ternyata nggak bisa. Mepet banget.

Jam setengah lima aku terbangun dan langsung mandi pakai air panas. Badanku terasa kaku dan mati rasa. I thought I was gonna die. Setelah menguatkan diri untuk bersiap-siap, pukul 06.00 aku pesan Grab Car ke Stasiun Gambir. Beruntung aku dipertemukan lagi dengan orang baik. Drivernya orang Solo dan di sepanjang perjalanan kami bercerita tentang Jakarta, Surabaya, dan Solo. Hahahhaha.

Dengan barang bawaan yang cukup memberatkan tangan aku sampai di Stasiun Gambir. Lelah juga ternyata harus jalan naik dan menunggu kereta tiba. Aku sampat mengabadikan momen kereta datang dan mengunggahnya di reels instagramku. Di kereta yang super dingin itu, kalau dihitung mungkin 9x lebih aku ke toilet. Beruntungnya kursiku dekat dengan toilet, jadi bolak-balik pun sepertinya nggak masalah. Meskipun orang di belakangku melotot keheranan, ah bodoh amat lah.

8 jam berlalu aku tiba stasiun Pasar Turi. Aku memesan grab online karena ingin segera sampai kos. Ternyata aku harus jaaln cukup jauh untuk ke titik penjemputan untuk menghindari Ojek Pangkalan. Lelah berjalan, ada bapak driver yang menawarkan tumpangan buatku. Awalnya orangnya meminta Rp 25 ribu, ku tolak. Bapak itu menurunkannya menjadi Rp 20 ribu. Ku tolak lagi karena di aplikasi cuma Rp 15 ribu. Bapak itu pun mengiyakan. Grab yang telah ku pesan pun akhirnya aku batalkan.

Saat tiba di kos, bapak itu ku beri Rp 20 ribu. Dengan penuh bahagia bapak itu menerima uangku. Dia tampak bersyukur dan mukanya memerah. Mengetahui ekspresi baoak itu membuatku ingin menangis. Bagaimana bisa aku menjalani hidupku selama ini dengan penuh kedamaian dan ketentraman tapi aku tak bersyukur. Bapak tadi pun menginspirasi ku untuk tidak share apapun di IG. Nggak semua kebahagiaan kita harus dibagi. Kita pun harus sering bersyukur, karena nggak semua orang seberuntung kita.

Sementara, merasakan badanku yang capek dan vegel aku memutuskan segera bertolak ke Jombang. Dari Kos aku pesan grab menuju stasiun Gubeng. Aku tak sabar untuk pijet dan bertemu keempat anak-anakku. Hahahahhaa. Mereka adalah Mbak zoi, mas Ucan ucin, Dik Kak Cebyuk, dan Dik Gim-gim. Pulang adalah surga. Ada kegembiraan di sana. Dan dalam perjalanan, nggak semuanya Indah. Ada beberapa hal yang nggak orang tahu. Apapun itu nikmati prosesnya dan jangan lupa bersyukur. Gantungkan segala urusanmu pada Tuhan. Sekian dulu tulisan kali ini. Yeay..

Bapak driver opang yang ku maksud


Pemandangan dari kaca Hotel lantai 10


menunggu kereta tiba


Tiba di Stasiun Surabaya PasarTuri