Link
berita.
Di
atas merupakan screenshot berita liputan khusus yang diproduksi oleh CNN
Indonesia pada tahun 2018. Judul beritanya adalah Ketiga Soeharto “Alergi”
dengan Islam dan “Insya Allah”.
Untuk
membuat laporan in-depth sejatinya dibutuhkan beberapa syarat. Di antaranya sebagai
berikut: sumber yang beragam (minimal dua), terdapat pemecahan angle atau sudut
pandang lebih dari satu, laporan detail dan kompleks, dan adanya data pendukung
(dokumen dan infografis).
Kelebihan
Berita
Pada
artikel berita ini terdapat setidaknya total 5 narasumber. Di mana tiga
narasumber berasal dari wawancara langsung, yaitu Ketua Pengurus Besar NU
Subhan ZE, Sejarawan Anhar Gonggong Anhar Gonggong, dan peneliti LIPI Asvi
Warman Adam. Sedangkan dua sisanya didapat dari referensi buku. Antara lain Masashi Nishihara dalam kajiannya bertajuk Golkar
and The Indonesian Elections of 1971 dan Zainuddin Djafar dalam Soeharto:
Mengapa Kekuasaannya Dapat Bertahan Selama 32 Tahun.
Selain itu, yang tak
kalah penting, dalam berita di atas sudut pandang berita dibagi menjadi 3. Di
antaranya Soeharto dengan Insya Allah, Kendali order Baru dan Mendekati Islam.
Terdapat keruntutan cerita di mana pada angle pertama membahas tentang Islam
Soeharto yang dianggap abangan. Hal ini terlihat pada saat Soeharto tidak mau
mendengar ucapan orang yang berkata Insya Allah. Selain itu dijelaskan oleh
sejarawan Anhar jika Soeharto rupanya masih memegang kental tradisi kejawen
dibanding Islam. Soeharto ternyata memiliki ketakutan sendiri terhadap partai
Islam yang cukup berpengaruh di Indonesia. Jelasnya Soeharto takut kalah saing.
Pada angle kedua
dibahas mengenai kendali Soeharto pada masa orde baru (orba). Di sini merupakan
kelanjutan yang epic dari sudut pandang pertama. Saking takutnya terhadap
pengaruh partai Islam, Soeharto menggabungkan partai Islam yang terdiri dari
NU, Parmusi, PSSI, Perti ke dalam PPP. Untuk partai sekuler di luar Islam juga
disatukan ke dalam partai Demokrasi Indonesia. Namun, yang menarik di sini
Soeharto mengontrol pergerakan partai yang ada dengan cara halus. Soeharto
melegitimasi kelompok politik yang tidak dianggap partai dan boleh mengikuti
pemilu. Kelompok ini diberi nama Golongan Karya (Golkar). Di sini Soeharto
menyertir partai yang ada dengan menjadikan Golkar sebagai satu-satunya alat
politik dengan bantuan kaki tangan anak buahnya di militer.ABRI dan PNS yang
ada pun hanya diperbolehkan memilih Golkar jika tidak ingin jabatannya dicopot.
Golkar juga mengganggu
aktivitas politik PPP dan membatasi ruang geraknya. Bahkan di tingkat pedesaan,
hanya Golkar saja yang bebas menjabat posisi penting di tingkat dusun. Akibatnya
partai politik Islam pun kehilangan pamor dan ketenarannya dan eksistensinya
meredup.
Terakhir,
pada angle ketiga dijelaskan Soeharto yang semula kontra dengan Islam tiba-tiba
berbalik merangkulnya. Tak lain hanyalah dikarenakan Soeharto melihat peluang
berkembanganya organisasi Islam yang diikuti banyak pengikut. Soeharto melihat
organisasi Islam ini berpotensi menjadi penghimpun pasukan baru untuknya.
Tempatnya untuk berpijak kembali. Rupanya hal tersebut ditengarai hubungan
Soeharto dengan panglima jenderal ABRI, Leonardus Benjamin Mordani
memburuk.
Kekurangan
Kurang
infografis, sehingga terkesan monoton dan kurang menarik. Hanya terdapat dua
foto Soeharto saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar