Halo
gaez, ini adalah tulisan ku yang ingin menceritakan perspektif berbeda. Hahaha.
Setelah sekian purnama nggak journaling. Okeh, di tulisan kali ini aku akan
membahas tentang perjalananku menuju Jakarta. Lah, judulnya kok menuju India?
Sabar, di tulisan ini akan ku ulas semuanya, hahahah.
Oke,
jadi ini akan aku arahin ke beasiswaku dulu. Alhamdulillah gaez, aku kemarin
dapet beasiswa dari Kementerian Kominfo. Dapatnya ke IIIT-Bangalore. Sebuah
beasiswa yang niatnya teramat iseng namun berhadiah. Aku tahu beasiswa ini dari
almamaterku terdahulu, STIKOSA-AWS. Ya, semenjak dijabat oleh Ketua yang Baru
STIKOSA-AWS I could say berkembang pesat. AWS Berkolaborasi dengan berbagai
instansi salah satunya Kominfo. Waktu itu, kepala Kominfo Jatim diundang ke
Podcastnya STIKOSA-AWS.
Karena
memiliki rasa kepo yang tinggi, googling lah awak. Aku langsung browsing terkait
beasiswa BPSDM Kominfo Luar Negeri. Kira-kira begitu namanya. Karena saat browsing
itu belum telat, ku beranikan diri mendaftar. Apakah beneran pengen ke India?
Tydack! Lagi-lagi awalnya iseng. Lalu kenapa milih India? Sebenarnya mau milih
Belanda, tapi jurusan dan mata kuliah yang aku cari nggak ada di Belanda. Jadi
walhasil milihlah MSc Digital Society IIIT Bangalore.
Proses
pendaftaran dan seleksi begitu cepat. Awal ada email masuk terkait lolos
seleksi berkas. Oke, langkah selanjutnya seleksi psikotes dan wawancara
psikolog. Saat itu langsung aja ikut dan menjawab soal ala kadarnya. Karena
lagi-lagi itu cuma iseng dan nothing to lose. That what was on my mind. Nah, karena itu aku juga ikut kelas bimbingan
ICCR, ternyata beberapa hari setelahnya aku dapat email lagi. Email tersebut
menginstruksikan aku mengikuti seleksi wawancara pimpinan.
Meskipun
iseng, lagi-lagi aku juga iseng tanya teman yang jad narasumber di kelas
bimbingan ICCR. Barangkali mereka kenal dengan anak Indonesia awardee Kominfo.
Dari situlah aku dipertemukan dengan mas-mas pengamat politik bernama Fauzan
Azhim. Saat pertama ketemu via Zoom mas Fauzan Bhaeq banget ya Allah. Ramah
banget. Mas Fauzan ngasih sepercik informasi kira-kira nanti wawancaranya
seperti apa. Bersamaan dengan itu, dari grup yang sama aku dikenalkan oleh
temanku ke awardee Kominfo lainnya bernama mas Andika. Sama halnya dengan Mas
Ojan, mas Andika juga nggak kalah baiqnya.
Tibalah
di hari di mana aku wawancara pimpinan. It was so nervous, had no idea what to
do but the show must go on. Oke aku wawancara dan masuk ke tim 3. Diwawancarai
dua orang, pak Said Mirza Pahlevi dan pak Harry blabla. Lupa namanya, wkwkkw. Saat
wawancara I was giving my best meskipun belibet. Ku pikir aku nggak lulus,
karena mereka tanya pertanyaan yang diulang-ulang. Ku pikir my English was
poor. Dua hari berselang ternyata awak keterima beasiswa, it was so shocking
tho. Kayak gila ya, nggak berharap apa-apa loh eh dapet. Gila ga she?
Awalnya
aku menolak dan kekeuh pingin melaju memperjuangkan LPDP. Karena LPDP aku lolos
tes bakat scholastik. Aku milihnya Columbia Uni. Bisa bayangin nggak betapa
kerennya awak nanti pas disebut sebagai awardee LPDP dan alumnus Columbia Uni?
Tapii, hari demi hari diri awak gamang. Galau PoL. Gereget untuk meraih LPDP
sudah sirna, LPDP ribet banget qaq. Stepnya panjang dan bikin stress. Berdiskusi
sama keluarga dan disarankan ambil yang Kominfo. Oke, meskipun perang tapi let’s
give it a go!
Masih
inget bener tanggal 21 an dikabari harus segera ke Jakarta, tepatnya ke Cibubur
untuk tes seleksi masuk IIIT Bangalore. Kaget dong ya awak. Kata pihak
Kominfonya nanti akomodasi dan tiket direimbursed. Awak memilih menggunakan
kereta karena murah dan waktu tempuhnya cuma 8 jam. Oke, pesan tiket pun
dibantu sobat sejati awak bernama Paka Bnyakcoho. Wkwkwk. Tiket siap, tanggal
22 pun awak meluncur ke Cibubur dengan berangkat menuju Stasiun Pasar Turi
dulu.
Ternyata
duduk di kereta selama 8 jam pegel juga. Mana AC kereta duingiin gelaaa. Bikin
badan meriang. Wkkwkw. Juk ijak ijuk. Setelah 8 jam perjalanan sampailah di Stasiun
Gambir. Dari Gambir menuju Cibubur karena nggak ada KRL ke sana. Awak memilih
pakai Transjakarta. Hotel tempat awak stay pun katanya dekat dengan Halte
Busway.
Dengan
membawa baju dan peralatan perang seisi kampung, gela capek banget. Naik Transjakarta
pun ternyata harus bolak balik oper. Akhirnya nanya orang bolak-balik. Wakakkaka.
Alhamdulillahnya di setiap perjalananku kemarin dipertemukan dengan orang baik
yang senang sedia menjawab pertanyaanku agar sampai CIbubur dengan selamat. Aku
transit dari Halter depan Gambir ke Harmoni. Dari Harmoni ke PGC turun di BKN. Dari
BKN baru ke Cibubur. Pas mau ke Cibubur beruntungnya dipertemukan dengan
mbak-mbak baik yang seolah menjadi pemandu perjalananku menuju hotel. Ternyata
untuk ke hotel itu harus naik angkot. Setelah naik angkot aku berjalan sekitar
3 menit menuju hotel.
Rasa
nyaman dan syukur ku panjatkan sudah sampai hotel. Sayangnya ternyata nggak
bisa early check in. Nggak ada pihak Kominfo di sana menjemput awak, I said
like Oh my god. Beruntung di lobby hotel ada kursi besar yang bisa digunakan
buat tidur. Padahal saat itu awak sangat lapar dan perut keroncongan. Terlebih
masuk angin gegara kedinginan di kereta. Ternyata perjalanan menuju Jakarta tak
seindah yang ku pamerkan di Instastory. Hahahahahhaha.
Jam
satu pun awak naik dan langsung rebahan. Mandi-mandi pakai air panas untuk
melemaskan otot yang sudah kaku. Dengan kondisi kamar berantakan awak tertidur pulas.
Bangun-bangun kaki sebelah kiri kram dan sakit parah. Aku hanya menangis
sendirian dan mencoba mengabaikannya. Ku coba memejamkan mata sekali lagi dan
tidur. Sebagai orang yang mager awak lupa nggak beli makan malam karena
bontotan Mr Suprek masih ada.
Besoknya
aku bangun pagi-pagi dan bergegas untuk sarapan. Sebab jam 9 harus stand by
sebelum tes masuk IIIT Banaglore dimulai. Aku sarapan dibantu pelayan hotel.
Aku kurang yaman saat pelayan mengambilkan aku makan. Aku tak leluasa memilih
apa saja yang ingin aku makan. Aku memilih sosis empat, ikan dori, ayam mentega
dan buah. Sosisnya ternyata tak seindah angan-angan. Rasanya tak selezat itu.
Tetapi, menginap di hotel bintang empat, breakfast di hotel mewah adalaha
privilege yang membuatku bersyukur. “Oh begini ya rasanya jadi awardee,” kataku
dalam hati.
Selesai
makan aku kembali ke kamar yang berada di lantai 10. Aku mandi dan
bersiap-siap. Rasa nervous ku pun menyerang lagi. Tapi ku yakinkan diriku dan
bilang, kalau rejeki nggak ke mana. Wawancaranya went well insya allah, tinggal
nunggu pengumuman. Aku juga ketemu awardee lainnya bernama Redry. Mas Redry
rupanya kisahnya mirip denganku. Dia iseng daftar IIIT Bangalore. Dia minatnya
kuliah di UI saja. Tapi, mendengar jawaban pihak Kominfo yang akan memblack
list kami sepertinya mas Redry berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan
berat.
Tanggal
24 pun hampir berlalu. Aku ingat pukul 17.00 aku mengambil sejumlah jajan di
hotel yang enak-enak dan ku boyong ke kamar. Awalnya hari itu mau ketemu temen
di Blok M tapi kuurungkan niatku. Badanku capek dan teramat lelah. Aku bahkan
memilih rebahan lagi di kasur dan nggak jadi mandi air panas. Pukul 19.00 aku
pesan grabfood nasi padang biar ga amsyong awak. Seperti biasa Nasi Limpa
adalah jalan ninjaku melawan kelaparan, wkwkwk. Di jam yang sama aku
menceritakan pengalamanku ke Paka. Paka saat inipun tengah mendaftar beasiswa
ICCR untuk S1 nya dia.
Mengetahui
jadwal balik ke Surabaya pukul 08.20, aku nggak bisa tidur. I was so fucking
insecure at that time. Damn, tidur 3 jam doang mungkin. Aku kepikiran, kenapa
nggak milih pesawat? Padahal kan bisa menikmati kelezatan makanan hotel mevvah
sekali lagi. Aku bahkan menelpon Paka untuk mengganti tiketku tapi ternyata
nggak bisa. Mepet banget.
Jam
setengah lima aku terbangun dan langsung mandi pakai air panas. Badanku terasa kaku
dan mati rasa. I thought I was gonna die. Setelah menguatkan diri untuk
bersiap-siap, pukul 06.00 aku pesan Grab Car ke Stasiun Gambir. Beruntung aku dipertemukan
lagi dengan orang baik. Drivernya orang Solo dan di sepanjang perjalanan kami
bercerita tentang Jakarta, Surabaya, dan Solo. Hahahhaha.
Dengan
barang bawaan yang cukup memberatkan tangan aku sampai di Stasiun Gambir. Lelah
juga ternyata harus jalan naik dan menunggu kereta tiba. Aku sampat
mengabadikan momen kereta datang dan mengunggahnya di reels instagramku. Di
kereta yang super dingin itu, kalau dihitung mungkin 9x lebih aku ke toilet.
Beruntungnya kursiku dekat dengan toilet, jadi bolak-balik pun sepertinya nggak
masalah. Meskipun orang di belakangku melotot keheranan, ah bodoh amat lah.
8
jam berlalu aku tiba stasiun Pasar Turi. Aku memesan grab online karena ingin
segera sampai kos. Ternyata aku harus jaaln cukup jauh untuk ke titik
penjemputan untuk menghindari Ojek Pangkalan. Lelah berjalan, ada bapak driver
yang menawarkan tumpangan buatku. Awalnya orangnya meminta Rp 25 ribu, ku
tolak. Bapak itu menurunkannya menjadi Rp 20 ribu. Ku tolak lagi karena di
aplikasi cuma Rp 15 ribu. Bapak itu pun mengiyakan. Grab yang telah ku pesan
pun akhirnya aku batalkan.
Saat
tiba di kos, bapak itu ku beri Rp 20 ribu. Dengan penuh bahagia bapak itu
menerima uangku. Dia tampak bersyukur dan mukanya memerah. Mengetahui ekspresi
baoak itu membuatku ingin menangis. Bagaimana bisa aku menjalani hidupku selama
ini dengan penuh kedamaian dan ketentraman tapi aku tak bersyukur. Bapak tadi
pun menginspirasi ku untuk tidak share apapun di IG. Nggak semua kebahagiaan
kita harus dibagi. Kita pun harus sering bersyukur, karena nggak semua orang
seberuntung kita.
Sementara,
merasakan badanku yang capek dan vegel aku memutuskan segera bertolak ke
Jombang. Dari Kos aku pesan grab menuju stasiun Gubeng. Aku tak sabar untuk
pijet dan bertemu keempat anak-anakku. Hahahahhaa. Mereka adalah Mbak zoi, mas
Ucan ucin, Dik Kak Cebyuk, dan Dik Gim-gim. Pulang adalah surga. Ada
kegembiraan di sana. Dan dalam perjalanan, nggak semuanya Indah. Ada beberapa
hal yang nggak orang tahu. Apapun itu nikmati prosesnya dan jangan lupa bersyukur.
Gantungkan segala urusanmu pada Tuhan. Sekian dulu tulisan kali ini. Yeay..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar