Sebagai sosok yang berusia melebihi seperempat abad dan tak lagi, dilema perkara jodoh sudah mulai menjadi topik serius yang perlu dipikirkan. Ya, setelah sekian lama menjadi jomblo fi sabilillah, wkwkw, semoga sempat terbesit untuk mengusahakan dan mengikhtiarkan jodoh. Ya, pemikiran terkait itu timbul tenggelam karena sekarang alhamdulillah aku diberi kesempatan menempuh pendidikan S2 di India.
Sempat
ku berpikir setiap aku bertemu orang baru pasti ada chance untuk menjadi
jodohku. Ya, anggapan ku dengan pemikiran sempitku menganggap orang baru
tersebut suka sama akua tau nggak. Arahnya ke sana. Sebuah pemikiran dangkal yang
justru tak menuntun ku ke arah jodoh, wakakka. Kok bisa?
Ya,
akhir-akhir dengan semua overthinking yang bahkan membuatku sakit perut
membuatku memutar otak. Berpikir untuk let go apa saja yang mulai membebani
pikiran. Ya otakku sungguh berisik meskipun kamar kos terdengar syahdu suara
gerimis hujan yang turun di dekat jendela kamar asrama. Secara spontan tetiba
muncul pemikiran,
“Kalau
dia hatinya untukmu, apapun yang terjadi dia takkan berpaling. Secantik apapun
orang lain dan sebesar apapun godannya, jika dia jodohmu dia akan kembali
padamu,” kataku dalam hati.
Sebuah
percakapan singkat dalam hati yang cukup menenangkan jiwa.
Tak
lama setelah itu, aku berdiskusi dengan temanku bernama Taru Jain. Ya, dari
Taru aku banyak sekali belajar hal baru. Meskipun dia usianya empat tahun di
bawahku, Taru teramat dewasa untuk anak seusianya, wakakkak.
“Rizqi
kamu suka seseorang?”. Tanyanya di kamar asrama lantai dua di kaamr sementara ku
kala itu.
“Iya
Taru, tapi aku tidak mau banyak berharap. Aku bahkan malu memulai percakapan
dengannya. Respons dia tak seperti yang ku harapkan,” jawabku dalam obrolan
pagi buta dini hari itu.
“Rizqi,
langkah utama agar kamu bisa mengenal dan menjadi dekat dengan seseorang adalah
melalui pertemanan. Pertemanan murni yang tak mengharap imbalan apa-apa. Sama
seperti hubungan pertemananku dengan mu dan juga Khusbu,” timpal Taru seraya
menyinggung teman India kami lainnya yang berasal dari Kashmir, Khusbu namanya.
Mendengar
ucapan Taru, pikiranku terbuka. Layaknya menghirup udara segar yang menenangkan
aku mengilhami perkataan perempuan berambut panjang itu dengan penuh makna.
Tapi beberapa hari sebelum obrolan itu, terlintas di benakku untuk kembali
fokus ke tujuan awal.
“Baiklah
apapun yang terjadi aku akan berteman dengan siapapun. Aku tidak akan
mengharapkan lebih atau berekspektasi banyak. Kamu harus fokus,” ku kenang
kataku dalam hati saat itu.
Di
sisi lain, aku pun membuat analogi sederhana untuk membantu pikiranku mencerna
sesuatu agar lebih masuk akal dan diterapkan dalam ingatan.
“Jika
kamu bertemu orang baru di bis, atau di tempat lain, apakah dia pasti menjadi
jodohmu? Belum tentu, jodohmu bisa di mana saja. Ingat, kamu mencari sosok yang
paham agama dan mengutamakan Tuhannya. Ibadahnya sangat dia perhatikan. Suami
yang seperti bisa membimbingmu kelak. Karena menikah bukan perkara mudah.
Jangan sampai salah pilih. Baik saja nggak cukup, carilah imam yang memahami agama
dan menjaga salatnya,” kataku saat berdialog dengan diri sendiri.
Ya,
aku pun harus mengingatkan diriku kembali tentang arti dilema. Apa fungsi dilema?
Seragu itukah kamu atas Tuhamu? Allah saja bisa mengatur langit dan bumi, masak
mengatur jodoh dan hidupmu saja tak bisa? Jelas bisa, nggak ada yang mustahil
bagi Allah.
Karena
pada dasarnya aku percaya, kehidupan akhirat lebih utama dibandingkan dunia.
Aku mencari sosok yang mengetahui rumus dunia dengan mengejar akhirat. Ya, dia
mengutamakan Rabb-nya. Dunia hanya ada di genggaman tangannya.
*Kilas
Balik: Sejak pertama tiba di India, Khusbu adalah teman India pertamaku.
Pertemuan kami tidak sengaja saat makan siang. Dia menawariku sebuah minuman
Kava khas Kashmir yang menurutku kurang manis, hahaha. Taru sendiri adalah senior
ku karena dia mulai masuk di kampus kami pada 2021. Aku sempat dikenalkan teman
Indonesiaku lainnya dengan mengirim nomor Taru melalui Whatsapp. Sayangnya saat
itu tak kuindahkan karena aku terlalu asyik dengan Khusbu.
Suatu
malam saat aku bersama Khusbu, aku tak sengaja bertemu Taru. Dia anaknya ramah,
asyik tapi nerd banget ternyata wakakakak. Sejak saat itu kita sering mengobrol
dan menjadi dekat sebagai teman.